Keshogunan Tokugawa (徳川幕府 Tokugawa bakufu, 1603—1868) atau Keshogunan Edo (Edo bakufu) adalah pemerintahan diktator militer feodalisme di Jepang yang didirikan oleh Tokugawa Ieyasu dan secara turun temurun dipimpin oleh shogun keluarga Tokugawa. Dalam periode historis Jepang, masa pemerintahan Keshogunan Tokugawa disebut zaman Edo, karena ibu kota terletak di Edo yang sekarang disebut Tokyo. Keshogunan Tokugawa memerintah dari Istana Edo hingga Restorasi Meiji.
Keshogunan Tokugawa adalah pemerintahan diktator militer ketiga dan terakhir di Jepang setelah Keshogunan Kamakura dan Keshogunan Muromachi. Keshogunan Tokugawa dimulai pada tanggal 24 Maret 1603 dengan pengangkatan Tokugawa Ieyasu sebagai Sei-i Taishōgun dan berakhir ketika Tokugawa Yoshinobu mengembalikan kekuasaan ke tangan kaisar (Taisei Hōkan) pada 9 November 1867.
Pemerintahan keshogunan Tokugawa selama 264 tahun disebut sebagai zaman Edo atau zaman Tokugawa. Periode terakhir Keshogunan Tokugawa yang diwarnai dengan maraknya gerakan untuk menggulingkan keshogunan Tokugawa dikenal dengan sebutan Bakumatsu.
Oda Nobunaga dan penerusnya Toyotomi Hideyoshi merupakan pemimpin Jepang di zaman Azuchi Momoyama yang berhasil mendirikan pemerintah pusat setelah berhasil mempersatukan provinsi-provinsi di zaman Sengoku. Setelah Pertempuran Sekigahara di tahun 1600, kekuasaan pemerintah pusat direbut oleh Tokugawa Ieyasu yang menyelesaikan proses pengambilalihan kekuasaan dan mendapat gelar Sei-i Taishōgun di tahun 1603. Tokugawa Ieyasu sebetulnya tidak memenuhi syarat sebagai shogun karena bukan keturunan klan Minamoto. Agar syarat utama menjadi shogun terpenuhi, Ieyasu memalsukan garis keturunannya menjadi keturunan klan Minamoto agar bisa diangkat menjadi shogun. Keturunan Ieyasu secara turun-temurun menjadi shogun dan kepala pemerintahan sampai terjadinya Restorasi Meiji.
Di masa Keshogunan Tokugawa, rakyat Jepang dibagi-bagi menurut sistem kelas berdasarkan pembagian kelas yang diciptakan Toyotomi Hideyoshi. Kelas samurai berada di hirarki paling atas, diikuti petani, pengrajin dan pedagang. Pemberontakan sering terjadi akibat pembagian sistem kelas yang kaku dan tidak memungkinkan orang untuk berpindah kelas. Pajak yang dikenakan terhadap petani selalu berjumlah tetap dengan tidak memperhitungkan inflasi. Samurai yang menguasai tanah harus menanggung akibatnya, karena jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan semakin hari nilainya semakin berkurang. Perselisihan soal pajak sering menyulut pertikaian antara petani kaya dan kalangan samurai yang terhormat tapi kurang makmur. Pertikaian sering memicu kerusuhan lokal hingga pemberontakan berskala besar yang umumnya dapat segera dipadamkan. Kelompok anti keshogunan Tokugawa justru semakin bertambah kuat setelah keshogunan Tokugawa mengambil kebijakan untuk bersekutu dengan kekuatan asing.
Setelah kalah dalam Perang Boshin yang berpuncak pada Restorasi Meiji, keshogunan Tokugawa berhasil ditumbangkan persekutuan kaisar dengan sejumlah daimyo yang berpengaruh. Keshogunan Tokugawa secara resmi berakhir setelah shogun Tokugawa ke-15 yang bernama Tokugawa Yoshinobu mundur dan kekuasaan dikembalikan ke tangan kaisar (Taisei Hōkan).
Pemerintahan
Keshogunan dan wilayah han
Sistem politik feodal Jepang di zaman Edo disebut Bakuhan Taisei (幕藩体制), baku dalam "bakuhan" berarti "tenda" yang merupakan singkatan dari bakufu (pemerintah militer atau keshogunan). Dalam sistem Bakuhan taisei, daimyo menguasai daerah-daerah yang disebut han dan membagi-bagikan tanah kepada pengikutnya. Sebagai imbalannya, pengikut daimyo berjanji untuk setia dan mendukung daimyo secara militer.
Kekuasaan pemerintah pusat berada di tangan shogun di Edo dan daimyo ditunjuk sebagai kepala pemerintahan di daerah. Daimyo memimpin provinsi sebagai wilayah berdaulat dan berhak menentukan sendiri sistem pemerintahan, sistem perpajakan, dan kebijakan dalam negeri. Sebagai imbalannya, daimyo wajib setia kepada shogun yang memegang kendali hubungan internasional dan keamanan dalam negeri. Shogun juga memiliki banyak provinsi dan berperan sebagai daimyo di provinsi yang dikuasainya. Keturunan keluarga Tokugawa disebar sebagai daimyo di seluruh pelosok Jepang untuk mengawasi daimyo lain agar tetap setia dan tidak bersekongkol melawan shogun.
Keshogunan Tokogawa berhak menyita, menganeksasi, atau memindahtangankan wilayah di antara para daimyo. Sistem Sankin Kotai mewajibkan daimyo bertugas secara bergiliran mendampingi shogun menjalankan fungsi pemerintahan di Edo. Daimyo harus memiliki rumah kediaman sebagai tempat tinggal kedua sewaktu bertugas di Edo. Anggota keluarga daimyo harus tetap tinggal di Edo sebagai penjaga rumah sewaktu daimyo sedang pulang ke daerah, sekaligus sebagai sandera kalau daimyo bertindak di luar keinginan shogun.
Daimyo dari keturunan klan Tokugawa dan daimyo yang secara turun temurun merupakan pengikut setia klan Tokugawa disebut Fudai Daimyo. Sedangkan daimyo yang baru setia kepada klan Tokugawa setelah bertekuk lutut dalam Pertempuran Sekigahara disebut Tozama Daimyo. Golongan yang selalu mendapat perlakuan khusus disebut Shimpan Daimyo, karena berasal tiga percabangan keluarga inti Tokugawa yang disebut Tokugawa Gosankei (Tiga keluarga terhormat Tokugawa) yang masing-masing dipimpin oleh putra Tokugawa Ieyasu:
Lambang keluarga Tokugawa berupa Mitsuba Aoi (tiga helai daun Aoi) hanya boleh digunakan garis keturunan utama keluarga Tokugawa dan Tokugawa Gosankei. Putra-putra lain Tokugawa Ieyasu hanya diberi nama keluarga Matsuidara dan tidak mendapatkan nama keluarga Tokugawa.
Di awal zaman Edo, keshogunan Tokugawa sangat kuatir terhadap Tozama Daimyo yang dianggap memiliki kesetiaan yang tipis terhadap klan Tokugawa. Berbagai macam strategi dirancang agar Tozama Daimyo tidak memberontak. Sanak keluarga klan Tokugawa sering dikawinkan dengan Tozama Daimyo, walaupun sebenarnya tujuan akhir keshogunan Tokugawa adalah memberantas habis semua Tozama Daimyo. Keshogunan Tokugawa justru akhirnya berhasil ditumbangkan Tozama Daimyo dari Satsuma, Choshu, Tosa, dan Hizen.
Keshogunan Tokugawa memiliki sekitar 250 wilayah han yang jumlahnya turun naik sesuai keadaan politik. Peringkat wilayah han ditentukan pemerintah berdasarkan total penghasilan daerah dalam setahun berdasarkan unit koku. Penghasilan minimal yang ditetapkan shogun untuk seorang daimyo adalah 10.000 koku. Daimyo yang memegang wilayah makmur dan berpengaruh mempunyai penghasilan sekitar 1 juta koku.
Tokugawa Yoshinao, penguasa han Owari generasi pertama
Tokugawa Yorinobu, penguasa han Kishū generasi pertama
Tokugawa Yorifusa, penguasa han Mito generasi pertama. Hubungan shogun dan kaisar
Keshogunan Tokugawa menjalankan pemerintah pusat dari Edo, sedangkan penguasa sah Jepang dipegang kaisar Jepang yang berkedudukan di Kyoto. Kebijakan pemerintahan dikeluarkan istana kaisar di Kyoto dan diteruskan kepada klan Tokugawa. Sistem ini berlangsung sampai kekuasaan pemerintah dikembalikan kepada kaisar di zaman Restorasi Meiji.
Keshogunan Tokugawa menugaskan perwakilan tetap di Kyoto yang disebut Kyōto Shoshidai untuk berhubungan dengan kaisar, keluarga kaisar dan kalangan bangsawan.
Perdagangan luar negeri
Keshogunan Tokugawa mengeruk keuntungan besar dari monopoli perdagangan luar negeri dan hubungan internasional. Perdagangan dengan kapal asing dalam jumlah terbatas hanya diizinkan di provinsi Satsuma dan daerah khusus Tsushima. Kapal-kapal Namban dari Portugal merupakan partner dagang utama keshogunan Tokugawa yang diikuti jejaknya oleh kapal-kapal Belanda, Inggris dan Spanyol.
Jepang berperan aktif dalam perdagangan luar negeri sejak tahun 1600. Pada tahun 1615, misi dagang dan kedutaan besar di bawah pimpinan Hasekura Tsunenaga melintasi Samudra Pasifik ke Nueva Espana dengan menggunakan kapal perang Jepang bernama San Juan Bautista. Sampai dikeluarkannya kebijakan Sakoku di tahun 1635, shogun masih mengeluarkan izin bagi kapal-kapal Shuisen (Kapal Segel Merah) yang ingin berdagang dengan Asia. Setelah itu, perdagangan hanya diizinkan dengan kapal-kapal yang datang Tiongkok dan Belanda.
Lembaga pemerintahan
Rōjū dan Wakadoshiyori
Menteri senior (rōjū) diangkat dari anggota keshogunan yang paling senior dan bertugas sebagai pengawas ōmetsuke, machibugyō, ongokubugyō dan pejabat-pejabat tinggi lain. Tugas lain menteri senior adalah berhubungan dengan berbagai kalangan, seperti istana kaisar di Kyoto, kalangan bangsawan (kuge), daimyo, kuil Buddha dan Jinja, termasuk menghadiri berbagai macam rapat seperti rapat pembagian daerah. Keshogunan Tokugawa memiliki 4-5 menteri senior yang masing-masing bertugas sebulan penuh secara bergantian. Shogun meminta pertimbangan menteri senior jika ada persoalan penting yang harus diselesaikan. Pada perombakan birokrasi di tahun 1867, posisi menteri senior dihapus dan diganti dengan sistem kabinet, sehingga ada menteri dalam negeri, menteri keuangan, menteri luar negeri, menteri angkatan darat dan menteri angkatan laut.
Pada prinsipnya, Fudai Daimyo yang memiliki wilayah kekuasaan minimal 50.000 koku memenuhi persyaratan untuk ditunjuk sebagai menteri senior. Walaupun demikian, pejabat menteri senior sering berasal dari birokrat yang dekat dengan shogun, seperti pejabat soba yōnin, Kyoto shoshidai dan Osaka jōdai.
Shogun kadang kala menunjuk seorang menteri senior untuk mengisi posisi Tairō (tetua atau penasehat). Pejabat Tairō dibatasi hanya berasal dari klan Ii, Sakai, Doi dan Hotta, walaupun Yanagisawa Yoshiyasu pernah juga diangkat sebagai pengecualian. Ii Naosuke merupakan Tairō yang paling terkenal, tapi tewas dibunuh pada tahun 1860 di luar pintu gerbang Sakurada, Istana Edo.
Sebagai kelanjutan dari dewan rokuninshū (1633–1649) yang terdiri dari 6 anggota, keshogunan Tokugawa membentuk dewan wakadoshiyori yang berada persis di bawah posisi menteri senior (rōjū). Dewan wakadoshiyori terbentuk pada tahun 1662 dan terdiri dari 4 anggota. Tugas utama dewan wakadoshiyori adalah mengurusi hatamoto dan gokenin yang merupakan pengikut langsung shogun.
Sebagian shogun juga mengangkat pejabat soba yōnin yang bertugas sebagai perantara antara shogun dan rōjū. Posisi soba yōnin menjadi sangat penting di masa shogun Tokugawa ke-5 yang bernama Tokugawa Tsunayoshi akibat salah seorang pejabat wakadoshiyori bernama Inaba Masayasu membunuh pejabat tairō bernama Hotta Masatoshi. Shogun Tsunayoshi yang cemas akan keselamatan dirinya memindahkan kantor rōjū hingga jauh dari bangunan utama istana.
Ōmetsuke dan Metsuke
Pejabat yang melapor kepada rōjū and wakadoshiyori disebut ōmetsuke dan metsuke. Lima orang pejabat ōmetsuke diberi tugas memata-matai para daimyo, kalangan bangsawan (kuge) dan istana kaisar agar segala usaha pemberontakan bisa diketahui sejak dini.
Di awal zaman Edo, daimyo seperti Yagyū Munefuyu pernah ditunjuk sebagai pejabat ōmetsuke. Selanjutnya, jabatan ōmetsuke cuma diisi oleh hatamoto yang berpenghasilan minimal 5.000 koku. Shogun sering menaikkan penghasilan ōmetsuke menjadi 10.000 koku agar ōmetsuke bisa dihargai dan berkedudukan sejajar dengan daimyo yang sedang diawasi. Pejabat ōmetsuke juga menerima gelar kami, seperti Bizen-no-kami yang berarti penguasa provinsi Bizen.
Sejalan dengan perkembangan waktu, fungsi pejabat ōmetsuke berubah menjadi semacam kurir yang menyampaikan perintah dari keshogunan Tokugawa ke para daimyo. Pejabat ōmetsuke juga diserahi tugas melangsungkan upacara seremonial di lingkungan Istana Edo. Pengawasan kehidupan beragama dan pengendalian senjata api merupakan tanggung jawab tambahan pejabat ōmetsuke.
Pejabat metsuke melapor kepada wakadoshiyori dan bertugas sebagai polisi militer bagi shogun. Tugasnya mengawasi ribuan hatamoto and gokenin yang berpusat di Edo. Masing-masing wilayah han juga memiliki metsuke yang berfungsi sebagai polisi militer bagi para samurai.
San-bugyō
Pelaksanaan pemerintahan dilakukan oleh san-bugyō (tiga lembaga administrasi): jishabugyō, kanjōbugyō dan machibugyō. Pejabat jishabugyō berstatus paling elit karena para pejabat selalu berhubungan dengan kuil Buddha (ji) dan kuil Shinto (sha) dan diberi hak penguasaan atas tanah. Pejabat jishabugyō juga menerima pengaduan dari pemilik tanah di luar 8 provinsi Kanto. Pejabat jishabugyō ditunjuk dari kalangan daimyo, dengan Ōoka Tadasuke sebagai pengecualian.
Pejabat kanjōbugyō yang terdiri dari 4 orang melapor langsung kepada rōjū. Tugasnya sebagai auditor keuangan keshogunan Tokugawa.
Pejabat machibugyō merupakan pelaksana pemerintahan tingkat lokal. Tugasnya merangkap-rangkap sebagai walikota, kepala polisi, kepala pemadam kebakaran, dan hakim pengadilan pidana dan hukum perdata, tapi tidak bertanggung jawab terhadap samurai. Pejabat machibugyō yang terdiri dari 2 orang (pernah juga sampai 3 orang) biasanya diambil dari hatamoto, bertugas bergantian selama satu bulan penuh.
Tiga orang pejabat machibugyō menjadi terkenal berkat film samurai (jidaigeki), pejabat bernama Ōoka Tadasuke dan Tōyama Kinshirō (Tōyama no Kinsan) selalu digambarkan sebagai pahlawan, sedangkan Torii Yōzō sebagai penjahat.
Pejabat san-bugyō merupakan anggota dari dewan yang disebut Hyōjōsho. Anggota dewan hyōjōsho bertanggung jawab dalam soal administrasi tenryō, mengawasi gundai, daikan dan kura bugyō. Selain itu, anggota dewan hyōjōsho juga hadir sewaktu diadakan dengar pendapat sehubungan dengan kasus yang melibatkan samurai.
Keshogunan Tokugawa (徳川幕府, Tokugawa bakufu, 1603—1868) atau Keshogunan Edo (Edo bakufu) adalah pemerintahan diktator militer feodalisme di Jepang yang didirikan oleh Tokugawa Ieyasu dan secara turun temurun dipimpin oleh shogun keluarga Tokugawa. Dalam periode historis Jepang, masa pemerintahan Keshogunan Tokugawa disebut zaman Edo, karena ibu kota terletak di Edo yang sekarang disebut Tokyo. Keshogunan Tokugawa memerintah dari Istana Edo hingga Restorasi Meiji.
Keshogunan Tokugawa adalah pemerintahan diktator militer ketiga dan terakhir di Jepang setelah Keshogunan Kamakura dan Keshogunan Muromachi. Keshogunan Tokugawa dimulai pada tanggal 24 Maret 1603 dengan pengangkatan Tokugawa Ieyasu sebagai Sei-i Taishōgun dan berakhir ketika Tokugawa Yoshinobu mengembalikan kekuasaan ke tangan kaisar (Taisei Hōkan) pada 9 November 1867.
Pemerintahan keshogunan Tokugawa selama 264 tahun disebut sebagai zaman Edo atau zaman Tokugawa. Periode terakhir Keshogunan Tokugawa yang diwarnai dengan maraknya gerakan untuk menggulingkan keshogunan Tokugawa dikenal dengan sebutan Bakumatsu.
Oda Nobunaga dan penerusnya Toyotomi Hideyoshi merupakan pemimpin Jepang di zaman Azuchi Momoyama yang berhasil mendirikan pemerintah pusat setelah berhasil mempersatukan provinsi-provinsi di zaman Sengoku. Setelah Pertempuran Sekigahara di tahun 1600, kekuasaan pemerintah pusat direbut oleh Tokugawa Ieyasu yang menyelesaikan proses pengambilalihan kekuasaan dan mendapat gelar Sei-i Taishōgun di tahun 1603. Tokugawa Ieyasu sebetulnya tidak memenuhi syarat sebagai shogun karena bukan keturunan klan Minamoto. Agar syarat utama menjadi shogun terpenuhi, Ieyasu memalsukan garis keturunannya menjadi keturunan klan Minamoto agar bisa diangkat menjadi shogun. Keturunan Ieyasu secara turun-temurun menjadi shogun dan kepala pemerintahan sampai terjadinya Restorasi Meiji.
Di masa Keshogunan Tokugawa, rakyat Jepang dibagi-bagi menurut sistem kelas berdasarkan pembagian kelas yang diciptakan Toyotomi Hideyoshi. Kelas samurai berada di hirarki paling atas, diikuti petani, pengrajin dan pedagang. Pemberontakan sering terjadi akibat pembagian sistem kelas yang kaku dan tidak memungkinkan orang untuk berpindah kelas. Pajak yang dikenakan terhadap petani selalu berjumlah tetap dengan tidak memperhitungkan inflasi. Samurai yang menguasai tanah harus menanggung akibatnya, karena jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan semakin hari nilainya semakin berkurang. Perselisihan soal pajak sering menyulut pertikaian antara petani kaya dan kalangan samurai yang terhormat tapi kurang makmur. Pertikaian sering memicu kerusuhan lokal hingga pemberontakan berskala besar yang umumnya dapat segera dipadamkan. Kelompok anti keshogunan Tokugawa justru semakin bertambah kuat setelah keshogunan Tokugawa mengambil kebijakan untuk bersekutu dengan kekuatan asing.
Setelah kalah dalam Perang Boshin yang berpuncak pada Restorasi Meiji, keshogunan Tokugawa berhasil ditumbangkan persekutuan kaisar dengan sejumlah daimyo yang berpengaruh. Keshogunan Tokugawa secara resmi berakhir setelah shogun Tokugawa ke-15 yang bernama Tokugawa Yoshinobu mundur dan kekuasaan dikembalikan ke tangan kaisar (Taisei Hōkan).
Pemerintahan
Keshogunan dan wilayah han
Sistem politik feodal Jepang di zaman Edo disebut Bakuhan Taisei (幕藩体制, Bakuhan Taisei), baku dalam "bakuhan" berarti "tenda" yang merupakan singkatan dari bakufu (pemerintah militer atau keshogunan). Dalam sistem Bakuhan taisei, daimyo menguasai daerah-daerah yang disebut han dan membagi-bagikan tanah kepada pengikutnya. Sebagai imbalannya, pengikut daimyo berjanji untuk setia dan mendukung daimyo secara militer.
Kekuasaan pemerintah pusat berada di tangan shogun di Edo dan daimyo ditunjuk sebagai kepala pemerintahan di daerah. Daimyo memimpin provinsi sebagai wilayah berdaulat dan berhak menentukan sendiri sistem pemerintahan, sistem perpajakan, dan kebijakan dalam negeri. Sebagai imbalannya, daimyo wajib setia kepada shogun yang memegang kendali hubungan internasional dan keamanan dalam negeri. Shogun juga memiliki banyak provinsi dan berperan sebagai daimyo di provinsi yang dikuasainya. Keturunan keluarga Tokugawa disebar sebagai daimyo di seluruh pelosok Jepang untuk mengawasi daimyo lain agar tetap setia dan tidak bersekongkol melawan shogun.
Keshogunan Tokogawa berhak menyita, menganeksasi, atau memindahtangankan wilayah di antara para daimyo. Sistem Sankin Kotai mewajibkan daimyo bertugas secara bergiliran mendampingi shogun menjalankan fungsi pemerintahan di Edo. Daimyo harus memiliki rumah kediaman sebagai tempat tinggal kedua sewaktu bertugas di Edo. Anggota keluarga daimyo harus tetap tinggal di Edo sebagai penjaga rumah sewaktu daimyo sedang pulang ke daerah, sekaligus sebagai sandera kalau daimyo bertindak di luar keinginan shogun.
Daimyo dari keturunan klan Tokugawa dan daimyo yang secara turun temurun merupakan pengikut setia klan Tokugawa disebut Fudai Daimyo. Sedangkan daimyo yang baru setia kepada klan Tokugawa setelah bertekuk lutut dalam Pertempuran Sekigahara disebut Tozama Daimyo. Golongan yang selalu mendapat perlakuan khusus disebut Shimpan Daimyo, karena berasal tiga percabangan keluarga inti Tokugawa yang disebut Tokugawa Gosankei (Tiga keluarga terhormat Tokugawa) yang masing-masing dipimpin oleh putra Tokugawa Ieyasu:
Lambang keluarga Tokugawa berupa Mitsuba Aoi (tiga helai daun Aoi) hanya boleh digunakan garis keturunan utama keluarga Tokugawa dan Tokugawa Gosankei. Putra-putra lain Tokugawa Ieyasu hanya diberi nama keluarga Matsuidara dan tidak mendapatkan nama keluarga Tokugawa.
Di awal zaman Edo, keshogunan Tokugawa sangat kuatir terhadap Tozama Daimyo yang dianggap memiliki kesetiaan yang tipis terhadap klan Tokugawa. Berbagai macam strategi dirancang agar Tozama Daimyo tidak memberontak. Sanak keluarga klan Tokugawa sering dikawinkan dengan Tozama Daimyo, walaupun sebenarnya tujuan akhir keshogunan Tokugawa adalah memberantas habis semua Tozama Daimyo. Keshogunan Tokugawa justru akhirnya berhasil ditumbangkan Tozama Daimyo dari Satsuma, Choshu, Tosa, dan Hizen.
Keshogunan Tokugawa memiliki sekitar 250 wilayah han yang jumlahnya turun naik sesuai keadaan politik. Peringkat wilayah han ditentukan pemerintah berdasarkan total penghasilan daerah dalam setahun berdasarkan unit koku. Penghasilan minimal yang ditetapkan shogun untuk seorang daimyo adalah 10.000 koku. Daimyo yang memegang wilayah makmur dan berpengaruh mempunyai penghasilan sekitar 1 juta koku.
Tokugawa Yoshinao, penguasa han Owari generasi pertama
Tokugawa Yorinobu, penguasa han Kishū generasi pertama
Tokugawa Yorifusa, penguasa han Mito generasi pertama. Hubungan shogun dan kaisar
Keshogunan Tokugawa menjalankan pemerintah pusat dari Edo, sedangkan penguasa sah Jepang dipegang kaisar Jepang yang berkedudukan di Kyoto. Kebijakan pemerintahan dikeluarkan istana kaisar di Kyoto dan diteruskan kepada klan Tokugawa. Sistem ini berlangsung sampai kekuasaan pemerintah dikembalikan kepada kaisar di zaman Restorasi Meiji.
Keshogunan Tokugawa menugaskan perwakilan tetap di Kyoto yang disebut Kyōto Shoshidai untuk berhubungan dengan kaisar, keluarga kaisar dan kalangan bangsawan.
Perdagangan luar negeri
Keshogunan Tokugawa mengeruk keuntungan besar dari monopoli perdagangan luar negeri dan hubungan internasional. Perdagangan dengan kapal asing dalam jumlah terbatas hanya diizinkan di provinsi Satsuma dan daerah khusus Tsushima. Kapal-kapal Namban dari Portugal merupakan partner dagang utama keshogunan Tokugawa yang diikuti jejaknya oleh kapal-kapal Belanda, Inggris dan Spanyol.
Jepang berperan aktif dalam perdagangan luar negeri sejak tahun 1600. Pada tahun 1615, misi dagang dan kedutaan besar di bawah pimpinan Hasekura Tsunenaga melintasi Samudra Pasifik ke Nueva Espana dengan menggunakan kapal perang Jepang bernama San Juan Bautista. Sampai dikeluarkannya kebijakan Sakoku di tahun 1635, shogun masih mengeluarkan izin bagi kapal-kapal Shuisen (Kapal Segel Merah) yang ingin berdagang dengan Asia. Setelah itu, perdagangan hanya diizinkan dengan kapal-kapal yang datang Tiongkok dan Belanda.
Lembaga pemerintahan
Rōjū dan Wakadoshiyori
Menteri senior (rōjū) diangkat dari anggota keshogunan yang paling senior dan bertugas sebagai pengawas ōmetsuke, machibugyō, ongokubugyō dan pejabat-pejabat tinggi lain. Tugas lain menteri senior adalah berhubungan dengan berbagai kalangan, seperti istana kaisar di Kyoto, kalangan bangsawan (kuge), daimyo, kuil Buddha dan Jinja, termasuk menghadiri berbagai macam rapat seperti rapat pembagian daerah. Keshogunan Tokugawa memiliki 4-5 menteri senior yang masing-masing bertugas sebulan penuh secara bergantian. Shogun meminta pertimbangan menteri senior jika ada persoalan penting yang harus diselesaikan. Pada perombakan birokrasi di tahun 1867, posisi menteri senior dihapus dan diganti dengan sistem kabinet, sehingga ada menteri dalam negeri, menteri keuangan, menteri luar negeri, menteri angkatan darat dan menteri angkatan laut.
Pada prinsipnya, Fudai Daimyo yang memiliki wilayah kekuasaan minimal 50.000 koku memenuhi persyaratan untuk ditunjuk sebagai menteri senior. Walaupun demikian, pejabat menteri senior sering berasal dari birokrat yang dekat dengan shogun, seperti pejabat soba yōnin, Kyoto shoshidai dan Osaka jōdai.
Shogun kadang kala menunjuk seorang menteri senior untuk mengisi posisi Tairō (tetua atau penasehat). Pejabat Tairō dibatasi hanya berasal dari klan Ii, Sakai, Doi dan Hotta, walaupun Yanagisawa Yoshiyasu pernah juga diangkat sebagai pengecualian. Ii Naosuke merupakan Tairō yang paling terkenal, tapi tewas dibunuh pada tahun 1860 di luar pintu gerbang Sakurada, Istana Edo.
Sebagai kelanjutan dari dewan rokuninshū (1633–1649) yang terdiri dari 6 anggota, keshogunan Tokugawa membentuk dewan wakadoshiyori yang berada persis di bawah posisi menteri senior (rōjū). Dewan wakadoshiyori terbentuk pada tahun 1662 dan terdiri dari 4 anggota. Tugas utama dewan wakadoshiyori adalah mengurusi hatamoto dan gokenin yang merupakan pengikut langsung shogun.
Sebagian shogun juga mengangkat pejabat soba yōnin yang bertugas sebagai perantara antara shogun dan rōjū. Posisi soba yōnin menjadi sangat penting di masa shogun Tokugawa ke-5 yang bernama Tokugawa Tsunayoshi akibat salah seorang pejabat wakadoshiyori bernama Inaba Masayasu membunuh pejabat tairō bernama Hotta Masatoshi. Shogun Tsunayoshi yang cemas akan keselamatan dirinya memindahkan kantor rōjū hingga jauh dari bangunan utama istana.
Ōmetsuke dan Metsuke
Pejabat yang melapor kepada rōjū and wakadoshiyori disebut ōmetsuke dan metsuke. Lima orang pejabat ōmetsuke diberi tugas memata-matai para daimyo, kalangan bangsawan (kuge) dan istana kaisar agar segala usaha pemberontakan bisa diketahui sejak dini.
Di awal zaman Edo, daimyo seperti Yagyū Munefuyu pernah ditunjuk sebagai pejabat ōmetsuke. Selanjutnya, jabatan ōmetsuke cuma diisi oleh hatamoto yang berpenghasilan minimal 5.000 koku. Shogun sering menaikkan penghasilan ōmetsuke menjadi 10.000 koku agar ōmetsuke bisa dihargai dan berkedudukan sejajar dengan daimyo yang sedang diawasi. Pejabat ōmetsuke juga menerima gelar kami, seperti Bizen-no-kami yang berarti penguasa provinsi Bizen.
Sejalan dengan perkembangan waktu, fungsi pejabat ōmetsuke berubah menjadi semacam kurir yang menyampaikan perintah dari keshogunan Tokugawa ke para daimyo. Pejabat ōmetsuke juga diserahi tugas melangsungkan upacara seremonial di lingkungan Istana Edo. Pengawasan kehidupan beragama dan pengendalian senjata api merupakan tanggung jawab tambahan pejabat ōmetsuke.
Pejabat metsuke melapor kepada wakadoshiyori dan bertugas sebagai polisi militer bagi shogun. Tugasnya mengawasi ribuan hatamoto and gokenin yang berpusat di Edo. Masing-masing wilayah han juga memiliki metsuke yang berfungsi sebagai polisi militer bagi para samurai.
San-bugyō
Pelaksanaan pemerintahan dilakukan oleh san-bugyō (tiga lembaga administrasi): jishabugyō, kanjōbugyō dan machibugyō. Pejabat jishabugyō berstatus paling elit karena para pejabat selalu berhubungan dengan kuil Buddha (ji) dan kuil Shinto (sha) dan diberi hak penguasaan atas tanah. Pejabat jishabugyō juga menerima pengaduan dari pemilik tanah di luar 8 provinsi Kanto. Pejabat jishabugyō ditunjuk dari kalangan daimyo, dengan Ōoka Tadasuke sebagai pengecualian.
Pejabat kanjōbugyō yang terdiri dari 4 orang melapor langsung kepada rōjū. Tugasnya sebagai auditor keuangan keshogunan Tokugawa.
Pejabat machibugyō merupakan pelaksana pemerintahan tingkat lokal. Tugasnya merangkap-rangkap sebagai walikota, kepala polisi, kepala pemadam kebakaran, dan hakim pengadilan pidana dan hukum perdata, tapi tidak bertanggung jawab terhadap samurai. Pejabat machibugyō yang terdiri dari 2 orang (pernah juga sampai 3 orang) biasanya diambil dari hatamoto, bertugas bergantian selama satu bulan penuh.
Tiga orang pejabat machibugyō menjadi terkenal berkat film samurai (jidaigeki), pejabat bernama Ōoka Tadasuke dan Tōyama Kinshirō (Tōyama no Kinsan) selalu digambarkan sebagai pahlawan, sedangkan Torii Yōzō sebagai penjahat.
Pejabat san-bugyō merupakan anggota dari dewan yang disebut Hyōjōsho. Anggota dewan hyōjōsho bertanggung jawab dalam soal administrasi tenryō, mengawasi gundai, daikan dan kura bugyō. Selain itu, anggota dewan hyōjōsho juga hadir sewaktu diadakan dengar pendapat sehubungan dengan kasus yang melibatkan samurai.
Stadion da Luz (nama resmi: Estádio do Sport Lisboa e Benfica) adalah stadion sepak bola yang terletak di Lisbon, Portugal. Stadion ini merupakan markas klub sepak bola Benfica, dan sering dijuluki dengan "Katedral" oleh para suporter tim ini. Stadion ini pernah menjadi tempat final Piala Eropa 2004 antara Portugal vs Yunani.
Stadion da Luz (nama resmi: Estádio do Sport Lisboa e Benfica) adalah stadion sepak bola yang terletak di Lisbon, Portugal. Stadion ini merupakan markas klub sepak bola Benfica, dan sering dijuluki dengan "Katedral" oleh para suporter tim ini. Stadion ini pernah menjadi tempat final Piala Eropa 2004 antara Portugal vs Yunani.
Partai Kemerdekaan Austria atau Freiheitliche Partei Österreichs adalah sebuah partai politik nasionalis di Austria. Partai itu dibentuk pada tahun 1956. Pemimpin partai adalah Heinz-Christian Strache. Organisasi pemuda partai ialah Ring Freiheitlicher Jugend Österreich.
Dalam pemilihan umum 2002, partai itu meraih 491.328 suara (10.1%, 18 kursi). Partai itu memiliki 1 kursi di Parlemen Eropa.
Partai Kemerdekaan Austria atau Freiheitliche Partei Österreichs adalah sebuah partai politik nasionalis di Austria. Partai itu dibentuk pada tahun 1956. Pemimpin partai adalah Heinz-Christian Strache. Organisasi pemuda partai ialah Ring Freiheitlicher Jugend Österreich.
Dalam pemilihan umum 2002, partai itu meraih 491.328 suara (10.1%, 18 kursi). Partai itu memiliki 1 kursi di Parlemen Eropa.
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan" (menurut Brundtland Report dari PBB, 1987. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.
Banyak laporan PBB, yang terakhir adalah laporan dari KTT Dunia 2005, menjabarkan pembangunan berkelanjutan sebagai terdiri dari tiga tiang utama (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat.
Untuk sebagian orang, pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian orang lain, konsep "pertumbuhan ekonomi" itu sendiri bermasalah, karena sumberdaya bumi itu sendiri terbatas.
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan" (menurut Brundtland Report dari PBB, 1987. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.
Banyak laporan PBB, yang terakhir adalah laporan dari KTT Dunia 2005, menjabarkan pembangunan berkelanjutan sebagai terdiri dari tiga tiang utama (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat.
Untuk sebagian orang, pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian orang lain, konsep "pertumbuhan ekonomi" itu sendiri bermasalah, karena sumberdaya bumi itu sendiri terbatas.
Mijen adalah sebuah kecamatan di Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia.
Kota Semarang, Jawa Tengah
Kecamatan: Banyumanik | Candisari | Gajahmungkur | Gayamsari | Genuk | Gunungpati | Mijen | Ngaliyan | Pedurungan | Semarang Barat | Semarang Selatan | Semarang Tengah | Semarang Timur | Semarang Utara | Tembalang | Tugu
Mijen adalah sebuah kecamatan di Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia.
Kota Semarang, Jawa Tengah
Kecamatan: Banyumanik | Candisari | Gajahmungkur | Gayamsari | Genuk | Gunungpati | Mijen | Ngaliyan | Pedurungan | Semarang Barat | Semarang Selatan | Semarang Tengah | Semarang Timur | Semarang Utara | Tembalang | Tugu
Bandara Pulkovo (IATA: LED, ICAO: ULLI) merupakan nama bandara yang terletak di Saint Petersburg, Rusia. Bandara ini letaknya 16 km dari pusat kota. Dibangun pada tahun 1931.
Pada tahun 2005 bandara ini melayani 5 juta penumpang.
Bandara Pulkovo (IATA: LED, ICAO: ULLI) merupakan nama bandara yang terletak di Saint Petersburg, Rusia. Bandara ini letaknya 16 km dari pusat kota. Dibangun pada tahun 1931.
Pada tahun 2005 bandara ini melayani 5 juta penumpang.
Sitiung adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Dharmasraya, Sumatra Barat, Indonesia.
Kabupaten Dharmasraya, Sumatra Barat
Kecamatan: Koto Baru | Pulau Punjung | Sitiung | Sungai Rumbai
Perkawinan sekerabat (Ing. inbreeding) dalam biologi diartikan sebagai perkawinan antara dua individu yang masih memiliki hubungan kekerabatan yang dekat. Dalam bahasa sehari-hari dikenal istilah incest atau muhrim yang memiliki kedekatan makna. Meskipun mirip dengan hubungan kekerabatan yang dikenal dalam silsilah manusia atau hukum agama, pengertian dalam biologi mencakup pula perkawinan/pembuahan sendiri (Ing. selfing atau self fertilisation). Hubungan kekerabatan (Ing. relatedness atau relationship) ini biasanya dikuantifikasi dengan beberapa ukuran (seperti koefisien konsanguinitas dari Jacquard, koefisien kesekerabatan atau inbreeding coefficient, dan kovarians kekerabatan).
Perkawinan sekerabat yang banyak dikaji dalam biologi biasanya yang dianggap memiliki pengaruh ekonomi (baik menguntungkan maupun merugikan), seperti
Meskipun demikian, perkawinan untuk kerabat yang lebih jauh juga telah dikaji.
Implikasi genetis dari perkawinan sekerabat menjadi bahan kajian klasik dalam genetika populasi, genetika kuantitatif serta genetika evolusionar.
perkawinan sendiri,
perkawinan tetua-anak,
perkawinan saudara kandung, dan
perkawinan saudara tiri.
Perkawinan sekerabat (Ing. inbreeding) dalam biologi diartikan sebagai perkawinan antara dua individu yang masih memiliki hubungan kekerabatan yang dekat. Dalam bahasa sehari-hari dikenal istilah incest atau muhrim yang memiliki kedekatan makna. Meskipun mirip dengan hubungan kekerabatan yang dikenal dalam silsilah manusia atau hukum agama, pengertian dalam biologi mencakup pula perkawinan/pembuahan sendiri (Ing. selfing atau self fertilisation). Hubungan kekerabatan (Ing. relatedness atau relationship) ini biasanya dikuantifikasi dengan beberapa ukuran (seperti koefisien konsanguinitas dari Jacquard, koefisien kesekerabatan atau inbreeding coefficient, dan kovarians kekerabatan).
Perkawinan sekerabat yang banyak dikaji dalam biologi biasanya yang dianggap memiliki pengaruh ekonomi (baik menguntungkan maupun merugikan), seperti
Meskipun demikian, perkawinan untuk kerabat yang lebih jauh juga telah dikaji.
Implikasi genetis dari perkawinan sekerabat menjadi bahan kajian klasik dalam genetika populasi, genetika kuantitatif serta genetika evolusionar.
perkawinan sendiri,
perkawinan tetua-anak,
perkawinan saudara kandung, dan
perkawinan saudara tiri.
Khadijah binti Khuwailid atau Khadijah al-Kubra, (555/565/570 - 619/623) (Bahasa Arab:خديجة) merupakan isteri pertama Nabi Muhammad. Khadijah al-Kubra, anak perempuan dari Khuwailid bin Asad dan Fatimah binti Za'idah, berasal dari kabilah Bani Asad dari suku Quraisy. Ia merupakan wanita pertama yang masuk Islam.
Khadijah binti Khuwailid atau Khadijah al-Kubra, (555/565/570 - 619/623) (Bahasa Arab:خديجة) merupakan isteri pertama Nabi Muhammad. Khadijah al-Kubra, anak perempuan dari Khuwailid bin Asad dan Fatimah binti Za'idah, berasal dari kabilah Bani Asad dari suku Quraisy. Ia merupakan wanita pertama yang masuk Islam.
QianWei-3 (QW-3) adalah rudal anti pesawat jinjing yang diluncurkan dari bahu. Rudal ini pertama kali diperkanalkan di Zhuhai pada tahun 2002. Tidak seperti rudal jinjing anti pesawat lainya , QW-3 tidak dilengkapi dengan penuntun infra merah tetapi menggunakan penuntun laser semi aktif yang unik (unique nose-mounted semi-active laser guidance seeker). Penuntun laser ini menyebabkan rudal ini tahan terhadap flare panas yang diluncurkan pesawat khusus untuk menipu rudal pencari panas maupun sumber panas lain didarat. Walaupun reaksi dari penuntun laser tidak terlalu gesit (15 derajat/detik) dibandingkan penuntun infra merah tetapi kelemahan ini bisa ditutupi dengan kenyataan bahwa pesawat bergerak lebih lamban pada ketinggian rendah.
Badan rudal QW-3 menggunakan desain dasar dari rudal QW-1, tapi dipasang roket padat tahap kedua sebagai pendorong pada bagian belakang rudal. Ini membuat QW-3 bisa terbang lebih jauh (8km) pada kecepatan tinggi (750m/d) dan membawa hulu ledak lebih berat. Rudal ini dilengkapi dengan hulu ledak expanding-rod high-explosive fragmentation yang memiliki zona bunuh radius 3m.
Tercatat Paskhas dari TNI-AU mengoperasikan rudal jenis ini , termasuk ketika dikirimkan sebagai Pasukan enjaga perdamaian (Kontingen Garuda) ke Lebanon pada tahun 2006.[1]
QianWei-3 (QW-3) adalah rudal anti pesawat jinjing yang diluncurkan dari bahu. Rudal ini pertama kali diperkanalkan di Zhuhai pada tahun 2002. Tidak seperti rudal jinjing anti pesawat lainya , QW-3 tidak dilengkapi dengan penuntun infra merah tetapi menggunakan penuntun laser semi aktif yang unik (unique nose-mounted semi-active laser guidance seeker). Penuntun laser ini menyebabkan rudal ini tahan terhadap flare panas yang diluncurkan pesawat khusus untuk menipu rudal pencari panas maupun sumber panas lain didarat. Walaupun reaksi dari penuntun laser tidak terlalu gesit (15 derajat/detik) dibandingkan penuntun infra merah tetapi kelemahan ini bisa ditutupi dengan kenyataan bahwa pesawat bergerak lebih lamban pada ketinggian rendah.
Badan rudal QW-3 menggunakan desain dasar dari rudal QW-1, tapi dipasang roket padat tahap kedua sebagai pendorong pada bagian belakang rudal. Ini membuat QW-3 bisa terbang lebih jauh (8km) pada kecepatan tinggi (750m/d) dan membawa hulu ledak lebih berat. Rudal ini dilengkapi dengan hulu ledak expanding-rod high-explosive fragmentation yang memiliki zona bunuh radius 3m.
Tercatat Paskhas dari TNI-AU mengoperasikan rudal jenis ini , termasuk ketika dikirimkan sebagai Pasukan enjaga perdamaian (Kontingen Garuda) ke Lebanon pada tahun 2006.[1]
Nefrologi adalah cabang medis internal yang mempelajari fungsi dan penyakit ginjal. Kata nefrologi berasal dari bahasa Yunani nephros (ginjal), dan akhiran -ology (pelajaran). Nefrologis adalah seseorang yang mendalami nefrologi.
Nefrologi adalah cabang medis internal yang mempelajari fungsi dan penyakit ginjal. Kata nefrologi berasal dari bahasa Yunani nephros (ginjal), dan akhiran -ology (pelajaran). Nefrologis adalah seseorang yang mendalami nefrologi.
Lesbian, berasal dari kata Lesbos, sebuah nama pulau di wilayah Yunani, yang terkenal dengan kepemimpinan wanitanya di zaman dahulu.
Pada saat ini kata Lesbian digunakan untuk menunjuk kaum "Gay" Wanita.
Lesbian, berasal dari kata Lesbos, sebuah nama pulau di wilayah Yunani, yang terkenal dengan kepemimpinan wanitanya di zaman dahulu.
Pada saat ini kata Lesbian digunakan untuk menunjuk kaum "Gay" Wanita.
Agama Kristen Reformasi Inggris Suksesi apostolik Gereja Katolik Roma Tata gereja Episkopal Thomas Cranmer Henry VIII Richard Hooker Elizabeth I Uskup Agung Canterbury Konferensi Lambeth Dewan Konsultatif Anglikan Pertemuan Primat Kitab Doa Bersama Gereja tinggi · Gereja rendah Gereja luas Gerakan Oxford 39 Artikel Lambeth Konferensi adalah persidangan-persidangan periodik dari para uskup dalam Komuni Anglikan, sejak 1867, dan merupakan satu di antara empat "Perlengkapan Komuni" di dalam Komuni Anglikan.
Asal-mula
Gagasan untuk mengadakan pertemuan-pertemuan ini pertama kali dikemukakan dalam sepucuk surat kepada Uskup Agung Canterbury oleh Uskup John Henry Hopkins dari Vermont pada 1851, namun dorongan utamanya datang dari Gereja kolonial di Kanada. Pada 1865 sinode provinsi tersebut, dalam sepucuk surat yang mendesak kepada Uskup Agung Canterbury (Dr. Longley), yang mewakili kegelisahan di antara anggota-anggota Gereja Kanada yang ditimbulkan oleh keputusan-keputusan hukum yang baru saja diambil oleh Privy Council (Dewan Penasihat Kerajaan), dan kekhawatiran mereka kalau-kalau tindakan Konvokasi yang dihidupkan kembali "akan membuat kami diatur oleh kanon-kanon yang berbeda dengan apa yang berlaku di Inggris dan Irlandia, dan dengan demikian membuat kami beralih kepada status sebagai cabang yang independent dari Gereja Katolik Roma."
Oleh karena itu, mereka memintanya untuk mengadakan suatu "sinode nasional para uskup dari Gereja Anglikan di dalam dan di luar negeri," yang berapat di bawah kepemimpinannya. Setelah berkonsultasi dengan kedua dewan dari Konvokasi Canterbury, Uskup Agung Longley setuju, dan menghimpun semua uskup dari Komuni Anglikan (yang saat itu berjumlah 144 orang) untuk bertemu di Lambeth pada 1867.
Banyak uskup Anglikan (antara lain Uskup Agung York dan kebanyakan dari suffragannya) meragukan kebijaksanaan pertemuan seperti itu sehingga mereka menolak menghadirinya. Dekan Stanley menolak untuk mengizinkan pemakaian Westminster Abbey sebagai tempat kebaktian penutupannya, dengan alasan bahwa persidangan tersebut tidak dihadiri oleh semua uskup, dan karena ketidakpastian tentang pengaruh keputusan-keputusannya serta "kehadiran para uskup yang tidak termasuk Gereja kita."
Namun demikian, Uskup Agung Longley mengatakan dalam sambutan pembukaannya bahwa mereka tidak bermaksud untuk mengambil alih "fungsi sebuah sinode umum dari semua gereja yang berada dalam komuni penuh dengan Gereja Inggris," melainkan semata-mata hanya ingin "mendiskusikan masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan praktis, dan menyatakan apa yang kami anggap penting dalam resolusi-resolusi yang mungkin berguna sebagai pedoman-pedoman yang aman bagi tindakan di masa depan." Resolusi-resolusi dari Konferensi-konferensi Lambeth tidak pernah dianggap sebagai dekrit sinodel, namun kedudukannya kian lama kian penting dalam setiap Konferensi.
Tujuh puluh enam uskup menerima undangan Uskup Canterbury ke Konferensi yang pertama, yang diadkaan di Lambeth pada 24 September 1867. Mereka berapat selama empat hari, sementara sesi-sesinya diselenggarakan secara tertutup. Uskup Agung membuka Konferensi itu dengan sebuah sambutan: diikuti dengan berbagai pembahasan; sejumlah komite dibentuk untuk menyampaikan laporan tentang masalah-masalah khusus; resolusi-resolusi diterima, dan sebuah surat ensiklik ditulis kepada semua umat Komuni Anglikan. Masing-masing dari Konferensi berikutnya diterima di Katedral Canterbury dan disambut oleh Uskup Agung dari takhta St. Augustinus.
Sejak itu, konferensi ini diadakan di Istana Lambeth, dan setelah berapat selama lima hari tentang sejumlah topik yang telah ditetapkan dan pengangkatan sejumlah komite, konferensi diskors, dan kemudian bertemu kembali setelah dua minggu dan berapat kembali selama lima hari lagi, untuk menerima laporan-laporan, menyetujui resolusi dan menyusun surat ensiklik.
Garis waktu
Konferensi Pertama (24-28 September 1867)
Sebagian besar Konferensi ini digunakan untuk membahas kasus Colenso kontroversial. Dari 13 resolusi yang disetujui oleh Konferensi, 2 di antaranya merujuk langsung kepada kasus ini. Yang lainnya berkaitan dengan pembentukan takhta-takhta baru serta yurisdiksi-yurisdiksi misi, surat-surat pengantar, serta tribun rohani suka rela dalam kasus-kasus doktrin serta penetapan sub-ordinasi sinode-sinode. Laporan-laporan komite tidak siap dan dialihkan ke Konferensi 1878.
Dipimpin oleh: Uskup Agung Longley
76 uskup hadir Konferensi Kedua (2-27 Juli 1878)
Laporan-laporan dari lima komite khusus (sebagian berdasarkan laporan-laporan komite pada 1867) dimasukkan ke dalam surat ensiklik, yang menggambarkan cara terbaik untuk mempertahankan kesatuan, dewan-dewan pertimbangan sukarela, para uskup misioner dan para misionaris, serta para chaplain; kontinental dan mengikutsertakan laporan dari sebuah komite tentang kesulitan-kesulitan yang diajukan kepada Konferensi.
Dipimpin oleh: Uskup Agung Tait
100 uskup hadir Konferensi Ketiga (3-27 Juli 1888)
Pokok utama pertimbangan adalah posisi komunitas-komunitas yang tidak memiliki keuskupan yang historis. Selain surat ensiklik, 19 resolusi diajukan, dan laporan-laporan dari 12 komite khusus diperbaiki. Pokok-pokok tersebut adalah gerakan untuk menghapuskan minuman keras, kesucian, perceraian, [[[poligami]], penghormatan terhadap hari Minggu, sosialisme, kepedulian terhadap kaum emigran, hubungan timbal balik antara keuskupan-keuskupan dalam Komuni Anglikan, penyatuan Gereja (home reunion), Gereja Skandinavia, Katolik Lama, dll., Gereja-gereja Timur, standar doktrin dan ibadah. Barangkali yang paling penting dari semuanya ini adalah Kuadrilateral Chcago-Lambeth, yang terkenal," yang meletakkan empat dasar penyatuan Gereja: Kitab Suci, Pengakuan Iman Rasuli dan Pengakuan Iman Nicea, dua sakramen yang ditetapkan oleh Kristus sendiri dan keuskupan yang historis.
Dipimpin oleh: Uskup Agung Benson
145 uskup hadir Konferensi Keempat (5-31 Juli 1897)
Salah satu topik utama yang dipertimbangkan adalah pembentukan dewan rujukan, tetapi resolusi-resolusi tentang topik ini ditarik kembali karena mendapat tantangan dari para uskup Gereja Episkopal di Amerika Serikat, dan digantikan dengan resolusi yang lebih umum tentang sebuah "dewan konsultatif". Surat enskiliknya disertai dengan 63 resolusi (yang mencakup pernyataan yang hati-hati tentang organisasi provinsial serta perluasan gelar Uskup Agung "kepada semua metropolitan, sebuah pengakuan yang penuh rasa syukur terhadap kebangkitan kembali persaudaraan dan persaudarian, serta jabatan diakones," dan keinginan untuk mempromosikan hubungan-hubungan yang bersahabat dengan Gereja-gereja Timur dan berbagai badan Katolik Lama), serta laporan-laporan dari kesebelas komite digabungkan ke dalamnya.
Dipimpin oleh: Uskup Agung Temple (setelah dihimpun oleh Uskup Agung Benson)
194 uskup hadir Konferensi Kelima (6 Juli - 5 Agustus 1908)
Topik utama diskusi adalah: hubungan antara iman dengan pemikiran modern, pemasokan dan pendidikan para rohaniwan, pendidikan, misi luar negeri, revisi dan upaya untuk "memperkaya" Kitab Doa Bersama, hubungan Gereja dengan "pelayanan penyembuhan" (Christian Science, dll.), persoalan tentang pernikahan dan perceraian, organisasi Gereja Anglikan, dan penyatuan kembali dengan Gereja-gereja lain. Hasil dari pertimbangan-pertimbangan ini dimuat dalam 78 resolusi, yang dimuat ke dalam surat ensiklik yang diterbitkan, atas nama Konferensi, oleh Uskup Agung Canterbury pada 8 Agustus.
Dipimpin oleh: Uskup Agung Randall Davidson
241 uskup hadir Konferensi Keenam (1920)
Penolakan yang tegas dan tidak mengenal kompromi dari Konferensi ini terhadap segala bentuk kontrasepsi buatan, bahkan juga di dalam suatu ikatakan perkawinan, dikandung dalam Resolusi 68, yang mengatakan, antara lain:
"Kami mengeluarkan peringatan yang tegas terhadap penggunaan cara-cara yang tidak alamiah untuk menghindari kehamilan, bersama-sama dengan bahaya-bahayanya yang serius - baik yang bersifat fisik, moril, maupun keagamaan - yang ditimbulkannya, dan terhadap segala bentuk kejahatan yang mengancam umat manusia yang ditimbulkan oleh penggunaan alat-alat tersebut. Bertentangan denagn ajaran yang, atas nama sains dan agama, mendorong orang-orang yang telah menikah dalam mengembangkan hubungan seksual sebagai tujuan itu sendiri, kami dengan gigih mendukung apa yang seharusnya dianggap sebagai pertimbangan-pertimbangan utama dari perkawinan Kristen. Salah satunya adalah tujuan utama dari perkawinan itu sendiri, yakni kelanjutan ras manusia melalui karunia dan warisan anak-anak yang lainnya adalah keutamaan pertimbangan dan pengendalian diri sendiri yang penuh pertimbangan di dalam kehidupan perkawinan."
Menolak Christian Science, spiritualisme, dan teosofi
Mendukung lobi politik terhadap "dorongan-dorongan kepada kejahatan moral seperti literatur yang tidak senonoh, drama dan film-film yang sugestif, penjualan kontrasepsi secara terbuka ataupun secara gelap, serta kehadiran bordil-bordil."
Mengukuhkan tempat perempuan sebagai anggota-anggota awam dari sinode. Konferensi Ketujuh (1930)
Menyetujui penggunaan alat kontrasepsi dalam keadaan-keadaan terbaas.
Menolak perang sebagai cara untuk menyelesaikan pertikaian internasional.
Menyatakan aborsi yang disengaja sebagai sesuatu yang "menjijikkan."
Menentang pemisahan rasial di gereja-gereja. Konferensi Kedelapan (1948)
Menyatakan bahwa penahbisan Florence Li Tim-Oi "akan bertentangan dengan tradisi dan tata-tertib ... Komuni Anglikan" dan menolak pembahasan lebih lanjut tentang penahbisan perempuan.
Menyambut komuni penuh antara Gereja Anglikan dengan Gereja Katolik Lama.
Menegaskan bahwa "diskriminasi antara manusia berdasarkan ras saja tidak konsisten dengan prinsip=prinsip agama Kristus". Konferensi Kesepuluh (1968)
Merekomendasikah penahbisan perempuan ke dalam jabatan diakonat dan pengakuan terhadap mereka yang tadinya diangkat sebagai "diakones" sebagai diaken.
Menyatakan argumen-argumen yang menyetujui dan menentang penahbisan perempuan sebagai imam "tidak konklusif".
Mengusulkan bahwa para imam tidak lagi diwajibkan menerima Ke-39 Artikel.
Mendukung komuni terbuka. Konferensi Kesembilan (1978)
Konferensi ini "mengakui otonomi dari masing-masing gereja anggota... hak legal dari setiap Gereja untuk membuat keputusannya sendiri" megnenai imam perempuan. Konferensi juga menolak penggunaan hukuman mati dan menyerukan digunakannya sebuah Daftar bacaan Kitab Suci ("Lectionary") bersama.
Konferensi Keduabelas (1988)
Konferensi ini memutuskan bahwa "masing-masing provinsi menghormati keputusan dari provinsi-provisni lainnya tentang penahbisan atau pengudusan perempuan ke dalam jabatan uskup."
518 uskup hadir Konferensi Keempatbelas (2008)
Pada Maret 2006, Uskup Agung Canterbury Rowan Williams menerbitkan sepucuk surat penggembalaan [2] kepada 38 Primata dari Komuni Anglikan dan Moderator dari Gereja-gereja Bersatu yang mengungkapkan pemikirannya untuk Konferensi Lambeth berikutnya.
Ia menyatakan bahwa tekanannya akan diberikan pada pendidikan, "untuk misi yang benar-benar efektif, setia dan didasarkan pada doa." Ia (untuk sementara waktu) menolak untuk membuka kembali resolusi kontroversial 1.10 tentang seksualitas manusia dari Konferensi Lambeth sebelumnya, namun menekankan apa yang disebut "proses mendengarkan" yang dengannya pelbagai pandangan dan pengalaman seksualitas manusia dikumpulkan dan dikolasikan sesuai dengan resolusi tersebut, dan menyatakan bahwa "kita perlu memberikan waktu untuk menyajikan hal ini dan merefleksikannya pada 2008."
Ia menunjukkan bahwa sesi-sesi pleno yang tradisional dan resolusi-resolusi akan dikurangi, dan bahwa "Kita akan melihat lebih banyak kelompok fokus, yang sebagian di antaranya akan mempertemukan para uskup dan pasangan-pasangannya."
Agama Kristen Reformasi Inggris Suksesi apostolik Gereja Katolik Roma Tata gereja Episkopal Thomas Cranmer Henry VIII Richard Hooker Elizabeth I Uskup Agung Canterbury Konferensi Lambeth Dewan Konsultatif Anglikan Pertemuan Primat Kitab Doa Bersama Gereja tinggi · Gereja rendah Gereja luas Gerakan Oxford 39 Artikel Lambeth Konferensi adalah persidangan-persidangan periodik dari para uskup dalam Komuni Anglikan, sejak 1867, dan merupakan satu di antara empat "Perlengkapan Komuni" di dalam Komuni Anglikan.
Asal-mula
Gagasan untuk mengadakan pertemuan-pertemuan ini pertama kali dikemukakan dalam sepucuk surat kepada Uskup Agung Canterbury oleh Uskup John Henry Hopkins dari Vermont pada 1851, namun dorongan utamanya datang dari Gereja kolonial di Kanada. Pada 1865 sinode provinsi tersebut, dalam sepucuk surat yang mendesak kepada Uskup Agung Canterbury (Dr. Longley), yang mewakili kegelisahan di antara anggota-anggota Gereja Kanada yang ditimbulkan oleh keputusan-keputusan hukum yang baru saja diambil oleh Privy Council (Dewan Penasihat Kerajaan), dan kekhawatiran mereka kalau-kalau tindakan Konvokasi yang dihidupkan kembali "akan membuat kami diatur oleh kanon-kanon yang berbeda dengan apa yang berlaku di Inggris dan Irlandia, dan dengan demikian membuat kami beralih kepada status sebagai cabang yang independent dari Gereja Katolik Roma."
Oleh karena itu, mereka memintanya untuk mengadakan suatu "sinode nasional para uskup dari Gereja Anglikan di dalam dan di luar negeri," yang berapat di bawah kepemimpinannya. Setelah berkonsultasi dengan kedua dewan dari Konvokasi Canterbury, Uskup Agung Longley setuju, dan menghimpun semua uskup dari Komuni Anglikan (yang saat itu berjumlah 144 orang) untuk bertemu di Lambeth pada 1867.
Banyak uskup Anglikan (antara lain Uskup Agung York dan kebanyakan dari suffragannya) meragukan kebijaksanaan pertemuan seperti itu sehingga mereka menolak menghadirinya. Dekan Stanley menolak untuk mengizinkan pemakaian Westminster Abbey sebagai tempat kebaktian penutupannya, dengan alasan bahwa persidangan tersebut tidak dihadiri oleh semua uskup, dan karena ketidakpastian tentang pengaruh keputusan-keputusannya serta "kehadiran para uskup yang tidak termasuk Gereja kita."
Namun demikian, Uskup Agung Longley mengatakan dalam sambutan pembukaannya bahwa mereka tidak bermaksud untuk mengambil alih "fungsi sebuah sinode umum dari semua gereja yang berada dalam komuni penuh dengan Gereja Inggris," melainkan semata-mata hanya ingin "mendiskusikan masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan praktis, dan menyatakan apa yang kami anggap penting dalam resolusi-resolusi yang mungkin berguna sebagai pedoman-pedoman yang aman bagi tindakan di masa depan." Resolusi-resolusi dari Konferensi-konferensi Lambeth tidak pernah dianggap sebagai dekrit sinodel, namun kedudukannya kian lama kian penting dalam setiap Konferensi.
Tujuh puluh enam uskup menerima undangan Uskup Canterbury ke Konferensi yang pertama, yang diadkaan di Lambeth pada 24 September 1867. Mereka berapat selama empat hari, sementara sesi-sesinya diselenggarakan secara tertutup. Uskup Agung membuka Konferensi itu dengan sebuah sambutan: diikuti dengan berbagai pembahasan; sejumlah komite dibentuk untuk menyampaikan laporan tentang masalah-masalah khusus; resolusi-resolusi diterima, dan sebuah surat ensiklik ditulis kepada semua umat Komuni Anglikan. Masing-masing dari Konferensi berikutnya diterima di Katedral Canterbury dan disambut oleh Uskup Agung dari takhta St. Augustinus.
Sejak itu, konferensi ini diadakan di Istana Lambeth, dan setelah berapat selama lima hari tentang sejumlah topik yang telah ditetapkan dan pengangkatan sejumlah komite, konferensi diskors, dan kemudian bertemu kembali setelah dua minggu dan berapat kembali selama lima hari lagi, untuk menerima laporan-laporan, menyetujui resolusi dan menyusun surat ensiklik.
Garis waktu
Konferensi Pertama (24-28 September 1867)
Sebagian besar Konferensi ini digunakan untuk membahas kasus Colenso kontroversial. Dari 13 resolusi yang disetujui oleh Konferensi, 2 di antaranya merujuk langsung kepada kasus ini. Yang lainnya berkaitan dengan pembentukan takhta-takhta baru serta yurisdiksi-yurisdiksi misi, surat-surat pengantar, serta tribun rohani suka rela dalam kasus-kasus doktrin serta penetapan sub-ordinasi sinode-sinode. Laporan-laporan komite tidak siap dan dialihkan ke Konferensi 1878.
Dipimpin oleh: Uskup Agung Longley
76 uskup hadir Konferensi Kedua (2-27 Juli 1878)
Laporan-laporan dari lima komite khusus (sebagian berdasarkan laporan-laporan komite pada 1867) dimasukkan ke dalam surat ensiklik, yang menggambarkan cara terbaik untuk mempertahankan kesatuan, dewan-dewan pertimbangan sukarela, para uskup misioner dan para misionaris, serta para chaplain; kontinental dan mengikutsertakan laporan dari sebuah komite tentang kesulitan-kesulitan yang diajukan kepada Konferensi.
Dipimpin oleh: Uskup Agung Tait
100 uskup hadir Konferensi Ketiga (3-27 Juli 1888)
Pokok utama pertimbangan adalah posisi komunitas-komunitas yang tidak memiliki keuskupan yang historis. Selain surat ensiklik, 19 resolusi diajukan, dan laporan-laporan dari 12 komite khusus diperbaiki. Pokok-pokok tersebut adalah gerakan untuk menghapuskan minuman keras, kesucian, perceraian, [[[poligami]], penghormatan terhadap hari Minggu, sosialisme, kepedulian terhadap kaum emigran, hubungan timbal balik antara keuskupan-keuskupan dalam Komuni Anglikan, penyatuan Gereja (home reunion), Gereja Skandinavia, Katolik Lama, dll., Gereja-gereja Timur, standar doktrin dan ibadah. Barangkali yang paling penting dari semuanya ini adalah Kuadrilateral Chcago-Lambeth, yang terkenal," yang meletakkan empat dasar penyatuan Gereja: Kitab Suci, Pengakuan Iman Rasuli dan Pengakuan Iman Nicea, dua sakramen yang ditetapkan oleh Kristus sendiri dan keuskupan yang historis.
Dipimpin oleh: Uskup Agung Benson
145 uskup hadir Konferensi Keempat (5-31 Juli 1897)
Salah satu topik utama yang dipertimbangkan adalah pembentukan dewan rujukan, tetapi resolusi-resolusi tentang topik ini ditarik kembali karena mendapat tantangan dari para uskup Gereja Episkopal di Amerika Serikat, dan digantikan dengan resolusi yang lebih umum tentang sebuah "dewan konsultatif". Surat enskiliknya disertai dengan 63 resolusi (yang mencakup pernyataan yang hati-hati tentang organisasi provinsial serta perluasan gelar Uskup Agung "kepada semua metropolitan, sebuah pengakuan yang penuh rasa syukur terhadap kebangkitan kembali persaudaraan dan persaudarian, serta jabatan diakones," dan keinginan untuk mempromosikan hubungan-hubungan yang bersahabat dengan Gereja-gereja Timur dan berbagai badan Katolik Lama), serta laporan-laporan dari kesebelas komite digabungkan ke dalamnya.
Dipimpin oleh: Uskup Agung Temple (setelah dihimpun oleh Uskup Agung Benson)
194 uskup hadir Konferensi Kelima (6 Juli - 5 Agustus 1908)
Topik utama diskusi adalah: hubungan antara iman dengan pemikiran modern, pemasokan dan pendidikan para rohaniwan, pendidikan, misi luar negeri, revisi dan upaya untuk "memperkaya" Kitab Doa Bersama, hubungan Gereja dengan "pelayanan penyembuhan" (Christian Science, dll.), persoalan tentang pernikahan dan perceraian, organisasi Gereja Anglikan, dan penyatuan kembali dengan Gereja-gereja lain. Hasil dari pertimbangan-pertimbangan ini dimuat dalam 78 resolusi, yang dimuat ke dalam surat ensiklik yang diterbitkan, atas nama Konferensi, oleh Uskup Agung Canterbury pada 8 Agustus.
Dipimpin oleh: Uskup Agung Randall Davidson
241 uskup hadir Konferensi Keenam (1920)
Penolakan yang tegas dan tidak mengenal kompromi dari Konferensi ini terhadap segala bentuk kontrasepsi buatan, bahkan juga di dalam suatu ikatakan perkawinan, dikandung dalam Resolusi 68, yang mengatakan, antara lain:
"Kami mengeluarkan peringatan yang tegas terhadap penggunaan cara-cara yang tidak alamiah untuk menghindari kehamilan, bersama-sama dengan bahaya-bahayanya yang serius - baik yang bersifat fisik, moril, maupun keagamaan - yang ditimbulkannya, dan terhadap segala bentuk kejahatan yang mengancam umat manusia yang ditimbulkan oleh penggunaan alat-alat tersebut. Bertentangan denagn ajaran yang, atas nama sains dan agama, mendorong orang-orang yang telah menikah dalam mengembangkan hubungan seksual sebagai tujuan itu sendiri, kami dengan gigih mendukung apa yang seharusnya dianggap sebagai pertimbangan-pertimbangan utama dari perkawinan Kristen. Salah satunya adalah tujuan utama dari perkawinan itu sendiri, yakni kelanjutan ras manusia melalui karunia dan warisan anak-anak yang lainnya adalah keutamaan pertimbangan dan pengendalian diri sendiri yang penuh pertimbangan di dalam kehidupan perkawinan."
Menolak Christian Science, spiritualisme, dan teosofi
Mendukung lobi politik terhadap "dorongan-dorongan kepada kejahatan moral seperti literatur yang tidak senonoh, drama dan film-film yang sugestif, penjualan kontrasepsi secara terbuka ataupun secara gelap, serta kehadiran bordil-bordil."
Mengukuhkan tempat perempuan sebagai anggota-anggota awam dari sinode. Konferensi Ketujuh (1930)
Menyetujui penggunaan alat kontrasepsi dalam keadaan-keadaan terbaas.
Menolak perang sebagai cara untuk menyelesaikan pertikaian internasional.
Menyatakan aborsi yang disengaja sebagai sesuatu yang "menjijikkan."
Menentang pemisahan rasial di gereja-gereja. Konferensi Kedelapan (1948)
Menyatakan bahwa penahbisan Florence Li Tim-Oi "akan bertentangan dengan tradisi dan tata-tertib ... Komuni Anglikan" dan menolak pembahasan lebih lanjut tentang penahbisan perempuan.
Menyambut komuni penuh antara Gereja Anglikan dengan Gereja Katolik Lama.
Menegaskan bahwa "diskriminasi antara manusia berdasarkan ras saja tidak konsisten dengan prinsip=prinsip agama Kristus". Konferensi Kesepuluh (1968)
Merekomendasikah penahbisan perempuan ke dalam jabatan diakonat dan pengakuan terhadap mereka yang tadinya diangkat sebagai "diakones" sebagai diaken.
Menyatakan argumen-argumen yang menyetujui dan menentang penahbisan perempuan sebagai imam "tidak konklusif".
Mengusulkan bahwa para imam tidak lagi diwajibkan menerima Ke-39 Artikel.
Mendukung komuni terbuka. Konferensi Kesembilan (1978)
Konferensi ini "mengakui otonomi dari masing-masing gereja anggota... hak legal dari setiap Gereja untuk membuat keputusannya sendiri" megnenai imam perempuan. Konferensi juga menolak penggunaan hukuman mati dan menyerukan digunakannya sebuah Daftar bacaan Kitab Suci ("Lectionary") bersama.
Konferensi Keduabelas (1988)
Konferensi ini memutuskan bahwa "masing-masing provinsi menghormati keputusan dari provinsi-provisni lainnya tentang penahbisan atau pengudusan perempuan ke dalam jabatan uskup."
518 uskup hadir Konferensi Keempatbelas (2008)
Pada Maret 2006, Uskup Agung Canterbury Rowan Williams menerbitkan sepucuk surat penggembalaan [2] kepada 38 Primata dari Komuni Anglikan dan Moderator dari Gereja-gereja Bersatu yang mengungkapkan pemikirannya untuk Konferensi Lambeth berikutnya.
Ia menyatakan bahwa tekanannya akan diberikan pada pendidikan, "untuk misi yang benar-benar efektif, setia dan didasarkan pada doa." Ia (untuk sementara waktu) menolak untuk membuka kembali resolusi kontroversial 1.10 tentang seksualitas manusia dari Konferensi Lambeth sebelumnya, namun menekankan apa yang disebut "proses mendengarkan" yang dengannya pelbagai pandangan dan pengalaman seksualitas manusia dikumpulkan dan dikolasikan sesuai dengan resolusi tersebut, dan menyatakan bahwa "kita perlu memberikan waktu untuk menyajikan hal ini dan merefleksikannya pada 2008."
Ia menunjukkan bahwa sesi-sesi pleno yang tradisional dan resolusi-resolusi akan dikurangi, dan bahwa "Kita akan melihat lebih banyak kelompok fokus, yang sebagian di antaranya akan mempertemukan para uskup dan pasangan-pasangannya."
Subscribe to:
Posts (Atom)
Blog Archive
-
▼
2008
(151)
-
▼
February
(39)
- Keshogunan Tokugawa (徳川幕府, Tokugawa bakufu, 16...
- Keshogunan Tokugawa (徳川幕府, Tokugawa bakufu, 16...
- Stadion da Luz (nama resmi: Estádio do Sport L...
- Stadion da Luz (nama resmi: Estádio do Sport L...
- Partai Kemerdekaan Austria atau Freiheitliche ...
- Partai Kemerdekaan Austria atau Freiheitliche ...
- Pembangunan berkelanjutan adalah proses pemban...
- Pembangunan berkelanjutan adalah proses pemban...
- Mijen adalah sebuah kecamatan di Kota Semarang...
- Mijen adalah sebuah kecamatan di Kota Semarang...
- Bandara Pulkovo (IATA: LED, ICAO: ULLI) merupa...
- Bandara Pulkovo (IATA: LED, ICAO: ULLI) merupa...
- Sitiung adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Dha...
- Perkawinan sekerabat (Ing. inbreeding) dalam b...
- Perkawinan sekerabat (Ing. inbreeding) dalam b...
- Khadijah binti Khuwailid atau Khadijah al-Kubr...
- Khadijah binti Khuwailid atau Khadijah al-Kubr...
- QianWei-3 (QW-3) adalah rudal anti pesawat jin...
- QianWei-3 (QW-3) adalah rudal anti pesawat jin...
- Gadobangkong adalah desa di kecamatan Ngamprah, ...
- Gadobangkong adalah desa di kecamatan Ngamprah, ...
- Nefrologi adalah cabang medis internal yang me...
- Nefrologi adalah cabang medis internal yang me...
- Tonjong adalah desa di kecamatan Majalengka, M...
- Tonjong adalah desa di kecamatan Majalengka, M...
- Lesbian, berasal dari kata Lesbos, sebuah nama...
- Lesbian, berasal dari kata Lesbos, sebuah nama...
- Agama Kristen Reformasi Inggris Suksesi apostoli...
- Agama Kristen Reformasi Inggris Suksesi apostoli...
- Departemen (bahasa Inggris:Departments, bahasa...
- Departemen (bahasa Inggris:Departments, bahasa...
- Zhores Ivanovich Alferov (atau Alfyorov, bahas...
- Zhores Ivanovich Alferov (atau Alfyorov, bahas...
- Xzibit adalah nama panggung dari Alvin Nathaniel...
- Xzibit adalah nama panggung dari Alvin Nathaniel...
- Kalipasung adalah desa di kecamatan Babakan, C...
- Kalipasung adalah desa di kecamatan Babakan, C...
- Julia O'Hara Stiles (lahir 28 Maret 1981) meru...
- Julia O'Hara Stiles (lahir 28 Maret 1981) meru...
-
▼
February
(39)