Pict From Here
Aku tidak ingat kapan pertama kali mengenal suara itu. Tawa itu selalu mengingatkanku pada seseorang, tapi ntah siapa itu. Tawa yang selalu menertawakan kecerobohanku, tapi disamping itu juga membimbingku untuk lebih melangkah maju. Awalnya memang hanya tawa kecil yang terdengar lewat jaringan kasat mata itu, tapi lama kelamaan gelak tawamu perlahan mulai terdengar. Itu membuatku lega.
Terkadang tak satu aksara pun keluar dari mulut kita masing-masing. Aku selalu bilang kita sok jago berbahasa kalbu.
"Hati bisa bicara loh" candamu.
"Tapi mengapa aku tak bisa mendengarkan kata hatimu" jawabku.
"Kamu saja yang tidak berusaha mendengarnya, let's open your heart" ujarmu.
Aksaraku kembali mati, alasan kunci hatiku hilang tak bisa lagi aku jadikan alasan untuk sekarang ini. Karena aku tau sendiri, kunci itu aku simpan rapi di saku rokku.