Tadi malem karena nggak bisa tidur, akhirnya aku mencoba menghabiskan buku Ranah 3 Warna yang sudah dari tanggal 2 kemarin nggak kelar-kelar aku baca. Di bab-bab terakhirnya, Alif bercerita tentang tradisi "Buru Kandiak" atau berburu babi hutan di kampung halamannya yang terletak di selingkaran Danau Maninjau. Tujuan dari berburu ini sebenarnya untuk membasmi hama (dalam hal ini: babi hutan) bagi perkebunan warga sekitar. Buat mereka ini merupakan tradisi disana dan masih ada sampai sekarang.
Yang bikin salut dari orang-orang Padang adalah mereka kerap kali masih menjaga tradisinya walaupun berada di perantauan. Malah terkadang mereka menularkannya untuk masyarakat sekitarnya. Seperti yang pernah aku ceritain tentang tradisi Pekan, yang pernah aku posting beberapa bulan yang lalu, mereka juga menularkan tradisi itu di daerah perantauannya (dalam hal ini di Takengon pastinya). Nah begitu juga dengan tradisi berburu, di Takengon mereka juga tetap membawa tradisi itu ke Takengon.
Kebetulan di sekitar rumahku di Takengon, kebanyakan tetanggaku adalah orang Padang. Dan aku ingat sewaktu aku kecil mereka masih sering tuh berburu babi (tapi lupa biasanya hari apa). Aku juga ingat kalau baru pulang dari kebun bersama orang tuaku, ada tempat khusus untuk menggantung babi hasil buruan mereka. Aku juga bingung sih, sehabis itu babinya diapain, Apa tetap digantung gitu, atau dikubur. Tapi kalau dari cerita Alif, biasanya mereka menguburnya. Tapi sekarang pemandangan itu sudah jarang kutemukan. Entah juga apa karena daerah kebun orang tuaku sekarang sudah mulai dipenuhi dengan perumahan penduduk, jadi mungkin babi-babi itu udah jarang turun kali ya?
Entahlah, bisa dibilang aku ini rada krisis identitas kalau mulai bicarain tradisi gini. Habisnya, walau bersuku Jawa, tapi aku juga tidak mengerti tradisi Jawa, dan kebetulan daerah rumahku kebanyakan orang perantauan, Terus walau lahir dan besar di daerah Gayo, tetap aja aku nggak terlalu mengerti tradisinya, karena tidak punya banyak saudara yang bersuku Gayo, dan kalau tau sedikit tentang tradisinya, itu pun aku belajar di sekolah atau teman-teman aja. Terkadang miris dan iri melihat mereka yang berada di lingkungan asli sukunya dan bisa banyak belajar banyak dari orang sekitarnya, tetapi malah menyia-nyiakan itu. Padahal dari kita yang muda inilah tradisi itu bisa tetap bertahan.
Ayo donk teman-teman cintai tradisi sukumu, kalau bisa belajar lebih banyak lagi tentang tradisi suku lain yang ada di sekitarmu. Aku suka sekali memperhatikan dan menyaksikan tradisi-tradisi yang ada di sekitarku, walau itu baru beberapa, tapi itu terasa menyenangkan buat orang yang mengalami krisis identitas seperti aku. Huuua jadi kumat nih banyak bicaranya...
Ayooo... ayooo... tradisi apa saja yang ada di daerahmu?