Man with Blue Shirt

Siang meredup. Tetapi jalanan masih dipadatikendaraan-kendaraan yang seperti tidak pernah bosan memuntahkan asap yangmenyesakkan pernapasan orang-orang di sekitarnya itu. Aku juga berada di salahsatu kendaraan-kendaraan itu, berdesakan dengan penumpang angkot lainnya yangsaling berebut oksigen. Udara pengap mulai terasa, ini menandakan hujansebentar lagi akan turun.

Suara seorang ibu yang meminta supir angkot untukmeminggirkan angkotnya membuyarkan lamunanku, karena seketika terdengar klaksonpanjang dari arah belakang angkot. Memang bagi pengendara kendaraan pribadi dikota Medan ini, sering dibuat kesal dengan para supir angkot yang seenakhatinya tiba-tiba berhenti untuk menurunkan atau menjemput penumpangnya. Minimnyahalte juga menjadi kurang terbiasanya orang menghentikan angkot pada tempatnya.Tapi buat kami pelanggan angkot, itu tidak menjadi masalah. Karena kami samaterburu-burunya dengan para pengemudi kendaraan-kendaraan pribadi itu.

Saat ibu yang mengenakan kaca mata itu turun, naiklahseorang lelaki yang mengenakan kemeja biru berwarna biru dan menyadang sebuahransel berwarna hitam. Ada sebuah smart phone di tangan kirinya dan terutamasekali belum ada benda melingkar di jari manis tangan kanannya. Entah mengapajari manisnyalah yang menjadi pusat perhatianku. Apakah sebegitu depresinyakahaku karena belum memiliki pacar di usia yang sudah pantas menikah ini? Tidak,bukan karena itu. Lelaki ini berbeda. Ini adalah kali keberapa kami seangkotseperti hari ini. Pemuda yang selalu mengenakan kemeja biru itu seringmenyunggingkan semyum pada smart phonenya, ya bukan padaku. Setiap bertemu diaselalu terlihat sibuk dengan smart phonenya itu. Hari ini dia memang terlihatsedang memegang smart phonenya. Tetapi dia tidak terlihat sibuk sepertibiasanya, ditambah lagi wajahnya yang terlihat kusut. Tidak ada senyum disana,walaupun senyuman tipis. Dan entah kenapa aku merasa kehilangan senyuman itu.

Tak lama warung bercat biru itu terlihat dan itu berartisudah saatnya aku turun. Ya, di samping warung itu terdapat gang kecil yangmenuju kontrakanku. Dengan segera aku meminta supir angkot untuk meminggirkanangkot yang aku tumpangi itu. Saat menuju pintu keluar, aku masih sempatmelirik si lelaki berkemeja biru itu. Ia masih memasang tampang kusut itu,masih tak ada senyum disana. Aku masih bertanya-tanya, mengapa  senyum itu hilang? Tapi dengan cepat akutepis pikiran itu sambil berlalu di depannya. Dan bersamaan aku melangkahkan kaki keluar angkot, gerimis pun mulai turun. Langit sepertinya kompak dengan lelaki itu. Tidak tersenum sore ini.

Aku tidak tahu ternyata itu adalahkali terakhir aku dapat melihat wajah lelaki berkemeja biru itu. Di hari, bulandan tahun berikutnya, wajahnya tak pernah lagi dapat dijangkau olehpandanganku. Dia ikut menghilang bersama senyumannya itu.



Pict from here 


*terinspirasi dari abang-abang berkemeja biru yang pernah seangkot dengan aku
  udah jarang ketemu cowok kece di angkot :p



Blog Archive